Kejagung Tetapkan 1 Orang dari Wilmar Group Tersangka Suap Jakarta, 18 April 2025 – Skandal suap dalam perkara ekspor crude palm oil (CPO) memasuki babak baru. Kali ini, Kejaksaan Agung Republik Indonesia resmi menetapkan satu orang dari perusahaan raksasa sawit, Wilmar Group, sebagai tersangka. Sosok tersebut adalah Muhammad Syafei, yang menjabat sebagai Head of Social Security Legal di perusahaan tersebut.
Penetapan ini menambah daftar panjang pihak-pihak yang terlibat dalam kasus hukum besar yang menyita perhatian publik, terutama terkait pengaruh korporasi besar dalam proses hukum.
Siapa Muhammad Syafei dan Apa Perannya?
Diduga Siapkan Uang Suap hingga Puluhan Miliar Rupiah
Menurut pernyataan resmi Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Syafei diduga menjadi orang yang menyiapkan dana suap senilai Rp60 miliar yang digunakan untuk memengaruhi jalannya persidangan perkara ekspor CPO.
Dana tersebut diberikan secara bertahap melalui beberapa perantara untuk mencapai oknum aparat pengadilan agar menjatuhkan vonis lepas terhadap korporasi yang tengah diadili.
“Perannya cukup sentral, karena ia yang mengkoordinasikan pemenuhan dana yang diminta,” ujar pejabat Kejagung saat konferensi pers, Kamis (18/4/2025).
Kejagung Skema Suap dalam Kasus Perkara CPO
Aliran Uang Didistribusikan Lewat Pejabat Pengadilan
Kasus ini bermula dari permintaan salah satu panitera pengadilan bernama Wahyu Gunawan, yang menghubungi pihak pengacara korporasi untuk “mengurus” perkara yang sedang berjalan. Permintaan tersebut kemudian diteruskan hingga ke jajaran hukum internal Wilmar.
Muhammad Syafei, dalam kapasitasnya sebagai Head Legal, menyanggupi permintaan tersebut dalam bentuk mata uang asing (USD atau SGD). Dana itu akhirnya disalurkan kepada pejabat tinggi pengadilan, yakni Muhammad Arif Nuryanta, yang kala itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Tersangka Lain yang Sudah Ditahan Kejagung
Termasuk Tiga Hakim dan Panitera
Kejagung sebelumnya telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka, termasuk tiga hakim aktif:
- Djuyamto
- Agam Syarif Baharuddin
- Ali Muhtarom
Ketiganya diduga menerima total suap senilai Rp22,5 miliar untuk menjatuhkan putusan lepas terhadap terdakwa perkara CPO.
Selain itu, Wahyu Gunawan (panitera) dan Muhammad Arif Nuryanta juga telah lebih dahulu ditahan atas keterlibatan mereka dalam pengaturan putusan pengadilan.
Langkah Hukum Selanjutnya oleh Kejaksaan Agung
Kejagung Penahanan dan Pemeriksaan Aset
Muhammad Syafei kini ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan guna proses penyidikan lanjutan. Jaksa penyidik juga sedang menelusuri aset dan aliran uang Rp60 miliar, termasuk kemungkinan adanya pihak lain dari korporasi yang terlibat.
Kejagung menegaskan bahwa kasus ini bersifat personal dan tidak serta-merta mewakili institusi Wilmar Group secara keseluruhan.
“Kami tegaskan bahwa penyidikan menyasar pada individu, bukan korporasi,” tegas juru bicara Kejagung.
Respon Wilmar Group dan Imbas ke Dunia Usaha
Korporasi Enggan Komentari Proses Hukum yang Sedang Berjalan
Hingga artikel ini diterbitkan, Wilmar Group belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait penetapan salah satu petingginya sebagai tersangka. Namun sumber internal menyebutkan bahwa perusahaan telah melakukan evaluasi internal terhadap divisi hukum.
Sementara itu, para pengamat hukum bisnis menilai bahwa kasus ini akan menjadi pukulan besar bagi citra korporasi sawit di mata internasional, terutama dalam isu integritas dan praktik good corporate governance.
Kejagung Kasus yang Menguji Integritas Hukum dan Dunia Usaha
Penetapan satu orang dari Wilmar Group sebagai tersangka dalam skandal suap perkara CPO menunjukkan betapa rentannya integritas lembaga hukum terhadap intervensi modal besar. Di sisi lain, ini menjadi pengingat bahwa siapa pun, termasuk dari dunia usaha, tidak kebal terhadap hukum.
Kejagung berkomitmen mengusut kasus ini hingga tuntas dan menyeret semua pihak yang terlibat, tanpa pandang jabatan maupun kekuasaan ekonomi.