Skandal Medis Menggemparkan Publik: Dokter Jadi Pelaku Kekerasan Seksual
Dokter Pemerkosa di RSHS Diduga Alami Kelainan Seksual Masyarakat Indonesia digegerkan oleh kasus dugaan pemerkosaan yang melibatkan seorang dokter berinisial GA di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung. Dalam laporan yang beredar, dokter tersebut diduga melakukan pelecehan dan pemerkosaan terhadap sejumlah pasien wanita dengan dalih tindakan medis.
Fakta bahwa pelaku merupakan tenaga medis profesional menambah keterkejutan publik. Pasalnya, dokter seharusnya menjadi figur yang dipercaya dan dilindungi etika profesi. Kini, selain proses hukum yang berjalan, muncul dugaan bahwa pelaku memiliki kelainan seksual tertentu, yang menyebabkan perilaku menyimpang ini terus berulang.
Dugaan Kelainan Seksual pada Pelaku: Apa yang Terjadi?
Mengarah ke Gangguan Parafilia?
Menurut pakar psikologi forensik, kasus seperti ini kerap dikaitkan dengan gangguan seksual jenis parafilia, yakni ketertarikan seksual yang menyimpang dari norma umum. Parafilia bisa mencakup berbagai bentuk, dari voyeurisme, frotteurisme, hingga sadisme seksual.
Dalam konteks dugaan pemerkosaan oleh dokter GA, beberapa ahli menduga bahwa pelaku mengalami sadisme atau kontrol kompulsif berbasis seksual, yang membuatnya terangsang dengan perasaan superior dan dominasi terhadap korban, terutama ketika korban dalam kondisi lemah atau tidak berdaya seperti saat sedang dirawat.
Ciri-ciri Kelainan Seksual Tersembunyi
Tidak Selalu Terdeteksi Secara Kasat Mata
Penting dipahami bahwa kelainan seksual seperti parafilia tidak mudah dikenali hanya dari penampilan luar. Pelaku bisa tampil sangat profesional, ramah, bahkan tampak religius. Namun, ada beberapa indikator perilaku yang bisa menjadi red flag:
1. Obsesi Terhadap Kuasa
Orang dengan kecenderungan parafilia sering kali terobsesi dengan kendali atas tubuh orang lain, terutama dalam posisi di mana korban tak mampu melawan.
2. Pola Repetitif
Jika pelaku melakukan pelecehan secara berulang dalam jangka waktu lama, itu bisa mengindikasikan dorongan kompulsif yang sulit dikendalikan.
3. Manipulasi Psikologis
Pelaku sering menggunakan kecerdasan dan status sosialnya untuk menekan korban atau membuat korban merasa kebingungan antara tindakan medis dan kekerasan seksual.
4. Minim Rasa Bersalah
Banyak pelaku parafilia menunjukkan minimnya empati atau rasa bersalah, bahkan saat sudah diketahui publik atau dilaporkan oleh korban.
Pelanggaran Etik Berat dalam Dunia Medis
Saat Sumpah Profesi Dikhianati
Perilaku menyimpang seperti ini bukan hanya masalah hukum, tapi juga pengkhianatan terhadap etika kedokteran. Dokter terikat oleh sumpah untuk menghormati martabat pasien, menjaga kerahasiaan, dan tidak menyalahgunakan relasi kuasa.
Dalam kasus RSHS, dugaan bahwa pelaku menyalahgunakan kondisi pasien yang tidak berdaya adalah pelanggaran etik berat, yang bisa menyebabkan:
- Pencabutan izin praktik
- Sanksi profesi dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia)
- Penurunan kepercayaan publik terhadap institusi medis
Proses Hukum dan Langkah Penegakan Dokter
Tersangka Dokter Sudah Ditahan, Investigasi Masih Berlanjut
Pihak kepolisian telah menetapkan dokter GA sebagai tersangka, dengan ancaman hukuman berat di bawah UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Berdasarkan laporan awal, jumlah korban bisa bertambah, mengingat modus yang digunakan bersifat sistematis dan tersembunyi.
Sementara itu, RSHS telah menyampaikan pernyataan bahwa pihak rumah sakit menyerahkan proses hukum kepada aparat dan mendukung penuh investigasi. Lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) juga turun tangan memberikan perlindungan terhadap para korban yang mulai membuka suara.
Tanggapan Psikolog Klinis: Bisa Direhabilitasi?
Tapi Tak Mudah dan Butuh Waktu Panjang
Menurut psikolog klinis dari Universitas Indonesia, parafilia sebagai gangguan bisa diintervensi dengan terapi psikologis jangka panjang, namun keberhasilannya tidak selalu signifikan, terutama jika pelaku tidak memiliki kesadaran untuk berubah.
Beberapa pendekatan terapi:
- Terapi perilaku kognitif (CBT)
- Konseling psikoseksual intensif
- Pengobatan farmakologis (dalam kasus tertentu)
Namun, yang lebih penting adalah sistem deteksi dini di lingkungan kerja, termasuk audit etik berkala dan saluran pengaduan yang aman.
Edukasi Publik dan Pencegahan di Fasilitas Kesehatan Dokter
Pasien Berhak Menolak Tindakan yang Tidak Jelas
Kasus ini juga menyadarkan publik tentang pentingnya hak pasien, terutama wanita, untuk:
- Bertanya setiap prosedur medis secara rinci
- Meminta kehadiran perawat/pendamping saat tindakan berlangsung
- Menolak tindakan medis tanpa penjelasan tertulis
- Melapor jika mengalami tindakan yang dirasa tidak wajar
Fasilitas kesehatan juga wajib menyediakan SOP ketat untuk tindakan medis intim, termasuk penggunaan kamera pengawas di ruang tindakan dan sistem pelaporan internal yang tidak bias.
Dokter Tak Cukup dengan Hukuman, Butuh Reformasi Sistemik
Kasus dugaan pemerkosaan oleh dokter di RSHS tidak bisa dianggap sebagai kasus individu semata. Ini adalah peringatan serius bahwa dunia medis membutuhkan reformasi dalam pengawasan, pendidikan etika, dan ruang aman bagi pasien.